Selasa, 15 Maret 2016

Sehari Bertualang di Hutan Tertua Pulau Jawa



MENDENGAR nama Alas Purwo yang muncul di pikiran adalah cerita mistis yang beredar dari mulut ke mulut. Alas Purwo sendiri diyakini sebagai hutan pertama atau hutan tertua. Apalagi jika mencoba menyusuri kawasan hutan di kawasan taman nasional di ujung timur Pulau Jawa ini. Hawa magis menyelimuti sekujur tubuh.
Sejak menuju pintu kawasan taman nasional, hutan jati tumbuh tinggi di dua sisi jalan. Dedaunan jatuh menghiasi jalan yang rusak. Genangan air sisa hujan membentuk kolam-kolam kecil. Hilang waspada ketika berkendara, tubuh akan bergoyang akibat roda menghantam lubang. Tak ada suara bising knalpot. Hanya ada suara gergaji yang mengaum untuk menerjang pohon-pohon jati di hutan produksi milik negara.

Pertigaan Pantai Ngagelan setelah Pos Rowobendo, Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur.
Pos penjagaan taman nasional menjadi awal petualangan di kawasan hutan Alas Purwo. Di sebuah pertigaan, petunjuk jalan siap mengarahkan perjalanan menuju pantai dan hutan. Belok kanan sejauh 5 km, Pantai Ngagelan. Meninggalkan pertigaan, penjelajahan menyeruak hutan tertua di Pulau Jawa siap diteruskan. Melepaskan diri dari riuh ramai kota yang kerap menarik urat. Saya bersama Satria Ramadhan segera memacu kecepatan motor yang bersuspensi tunggal di bagian belakang.
Hantaman lubang tak menyulitkan laju roda motor milik pihak taman nasional yang kami pinjam. Ban luar dengan tekstur kasar dan bergelombang cukup mencengkeram sehingga tidak mudah terpeleset. Namun perbincangan dimulai. “Ini kalau bocor, pusing juga ya. Gak ada tambal ban,” kata saya kepada Satria. “Ya, mudah-mudahan gak bocor,” jawabnya. Kami hanya menghela napas membayangkan jika risiko terburuk itu terjadi. Sudah tentu akan mendorong hingga batas Desa Tegaldlimo.
"Ini pura yang terkenal itu tuh. Katanya yang tertua.” ucap saya sambil menunjuk Situs Kawitan. Situs pura ini dahulu ditemukan sekitar tahun 1965 dan mulai dibuka untuk upacara keagamaan pada tahun 1968. Sementara di sebelah Situs Kawitan, masih terdapat satu pura lagi yaitu Pura Luhur Giri Salaka. Setiap 210 hari sekali, umat Hindu rutin melaksanakan upacara keagamaan yang bernama Pagerwesi. Umat Hindu biasanya akan ramai berbondong-bondong datang ke pura ini.

Situs Kawitan di dalam kawasan Taman Nasional Alas, Banyuwangi, Jawa Timur.
Perjalanan tak berhenti lama di tempat peribadatan umat Hindu ini. Gigi persneling diinjak dan tali gas mulai dibetot kembali. Dengan kapasitas mesin 150 cc, setiap betotan gas akan membuat tubuh terhentak. Jalan selebar sekitar empat meter menemani perjalanan kami. Suasana rindang dan sejuk mengawal setiap meter jarak yang dilampaui. Hingga sampai di sebuah pertigaan yang mengarahkan kemudi motor ke Padang Penggembalaan Sadengan, Pantai Triangulasi, dan juga Pos Pancur. “Yuk, kita mampir ke sini, Sat,” kata saya waktu itu.
Suara knalpot yang menggelegar memecah kesunyian. Namun burung-burung tak mau kalah mengicaukan simponi ala alam. Merdu sekali dibuatnya. Untuk menuju padang penggembalaan, dapat ditempuh sejauh satu kilometer dari pertigaan yang dijumpai. Padang ini merupakan tempat berkumpulnya para satwa taman nasional. Mulai dari 302 jenis burung, kijang, rusa, banteng, babi hutan, lutung dan satwa lain. Burung seperti Elang Jawa, Elang Ular Bido, Elang Ikan Kepala Kelabu, Elang Laut Perut Putih, Peregam, Srigunting, Ayam Hutan Merah, Jalak Putih, Bangau Sendang Lawe, Blekok Sawah, Merak Hijau hidup di sini.

Gerombolan Banteng berkeliaran di Padang Penggembalaan Sadengan, Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur.
Dari atas menara pengamatan, padang savana membentang luas. Beberapa pohon tumbuh melindungi hewan-hewan yang berkeliaran. Rumput-rumput hijau dengan beberapa gradasi warna ungu tumbuh subur. Di ujung pandangan, bukit-bukit menjulang hampir menyentuh awan. Berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari pihak taman nasional, waktu terbaik untuk dapat mengamati banteng mencari makan dan saling berinteraksi adalah ketika pagi hari sekitar 06.00 WIB – 09.00 WIB dan sore hari sekitar 15.30 – 17.00. Kami datang tepat waktu sesuai perencanaan.
"Itu bantengnya Sat. Pelan-pelan, nanti kabur,” bisik saya pada Satria. Bak detektif yang sedang mengamati target operasi, kami melangkah perlahan menembus rerumputan. Dengan “senjata” di tangan, saya membidik sang target dari kejauhan. Sang target berhasil saya bekukan. Tak puas, kami lanjut menyusuri padang rumput ini. Semakin dekat dan sang target rasanya mulai menyadari kehadiran endapan si manusia. Terkadang langkah kami hentikan sesaat. Napas berhenti beberapa detik. Beberapa tampak bergerombol di bawah pohon dari kejauhan. Sekitar 8 ekor banteng yang ada. Kami beruntung dapat melihat salah satu satwa kebanggaan di Alas Purwo.

Kumpulan rusa di pinggir Pantai Triangulasi, Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur.
Lepas dari Sadengan, kami beranjak menuju ke Pantai Triangulasi. Memasuki Pantai Triangulasi, di sebelah kanan jalan terdapat guest house yang disewakan oleh pihak taman nasional. Jalan yang awalnya didominasi tanah dan batu-batu kecil kini berganti dengan pasir. Ombak laut pun bak menari-nari menyambut. Gemuruhnya pun tak mau kalah bernyanyi. Pasir Pantai Triangulasi terlihat putih. Butiran pasirnya sangat halus. Namun yang keindahan pantai ini agak terganggu dengan sampah yang terbawa dari laut. Juga oleh ranting-ranting pohon. “Ini pantai kalau dikelola dengan baik, bagus nih buat pariwisata di Jawa Timur. Tapi sayang begini ya,” kata saya.
Sambil menikmati deburan ombak, saya menelusuri pinggir pantai. Dari kejauhan, kumpulan rusa sedang asyik meminum air laut. Rusa-rusa hanya menengok ketika bertemu dengan manusia dari kejauhan. Seperti mengamati banteng, kami kembali berjalan perlahan-lahan tanpa suara. Langkah kaki bersembunyi di balik suara ombak. Namun perlahan, mereka mulai sadar dengan kehadiran manusia. Hewan yang dapat ditemui di taman nasional ini lari masuk ke dalam hutan. Mereka menghilang tanpa sempat bertatap muka lebih dekat. Hanya jejak kaki di pasir yang tertinggal menjadi kenangan.
Sehari menjelajah di kawasan hutan tertua di ujung timur Pulau Jawa ini terasa tidak cukup jika ingin mengetahui rahasia di baliknya. Masih ada goa-goa yang menjadi tempat pertapaan orang-orang yang datang ke sini. Aroma mistis yang kental dapat dicoba bagi para pengunjung yang penasaran. Belum lagi pantai-pantai berpasir putih lainnya. Atau tempat penangkaran penyu. Alas Purwo menyisakan misteri wisata yang masih belum terungkap. 

Hutan Hujan Labi

Brunei tak hanya kaya raya karena minyak dan gas buminya, tapi juga dengan hasil kebun seperti kelapa sawit dan tanaman karet. Belum lagi wisata alamnya yang luar biasa mempesona.
Negeri kecil ini adalah negara yang modern, namun tetap memperhitungkan alam sebagai warisan utama yang harus dijaga. Anda akan sulit menemukan wilayah sungai tercemar oleh limbah pabrik, atau asap-asap dari pabrik atau kendaraan yang begitu tebal dan sarat polutan.
Ya, Brunei memang istimewa. Kecil namun teroganisir. Disini anda akan menemui mobil-mobil bertebaran di jalanan. Tak heran sebagian besar di negara ini adalah mobil mewah.
Hutan Hujan Labi
Hal tersebut memang lazim, karena negara ini sangat kaya, banyak hal yang menunjang untuk para penduduk memiliki kendaraan mewah. Misalnya dengan murahnya harga bahan bakar kendaraan, minimnya pajak kendaraan mewah dan infrastruktur yang baik.
Negara kecil beribu kota Bandar Seri Begawan ini terdiri dari beberapa distrik, salah satunya yang terkenal karena warisan alamnya yang terjaga adalah distrik Tutong.
Brunei memang memiliki kebijakan “eco” yaitu melindungi ekosistem dan memberlakukan tindakan hukum terhadap illegal logging.
Cara mereka melindungi ekosistem adalah dengan cara membuat kebijakan untuk melindungi pelestarian daerah perairan, hutan, dan pengelolaan wilayah, serta membuat kebijakan agar penduduk yang tinggal di sekitar atau suku asli wilayah hutan memiliki kehidupan yang layak dan terjamin pula.
Di Tutong, anda akan menemukan Hutan Hujan Labi, yang merupakan salah satu cadangan bagi hutan hujan tropis. Tempat ini memiliki fungsi lebih dari hutan hujan tropis cadangan, namun juga sebagai tempat wisata dan rekreas alam bagi para turis dan pengunjung yang datang.
Diantaranya ada taman rekreasi hutan Sungai Liang, taman rekreasi Luangan Lalak, Wasai Wong Kadir dan Rumah Panjang Labian.
Untuk memulai perjalanan menuju ke Hutan Hujan Labi, anda akan berkendara sekitar satu jam perjalanan dari Bandar Seri Begawan, ibukota negara. Perjalanan anda akan segera berakhir ketika anda mulai mendengar gemericik air dari sungai yang mengalir.
Ikuti saja aliran air tersebut, sungai kecil ini akan menuntun anda ke tengah hutan. Sungai ini namanya sungai Liang, letaknya sekitar 70 kilometer dari Bandar Seri Begawan. Aliran sungai Liang sepangjang kurang lebih 450 meter inilah yang akan mengantarkan anda untuk tiba di hutan hujan Labi yang terkenal di kalangan turis.
Disini, anda akan menemukan fasilitas seperti taman rekreasi. Disini, anda bisa melakukan pendakian dan juga melakukan tur sejarah dengan arahan oleh pemandu lokal. Terdapat pula kanopi dan kolam di taman rekreasi hutan Sungai Liang ini.
Sekitar 25 kilometer dari Taman Rekreasi Hutan Sungai Liang, anda akan menemukan Taman Rekreasi Luangan Lalak. Taman rekreasi ini termasuk ke dalam wilayah Labi Hills Forest Reserve yang memiliki luas 270 hektar.
Tempat ini menarik karena memiliki rawa air tawar alluvial. Selama periode musim hujan, air akan memenuhi danau dan wilayah ini ditumbuhi oleh tanaman dengan spesies Lepirona. Menakjubkan bukan,sungguh langka menemui rawa air tawar did alam hutan.
Penelusuran terus dilanjutkan. Anda akan menemui Wasai Wong Kadir, yaitu wisata air terjun dalam hutan. Wasai Wong Kadir merupakan objek wisata dari hutan hujan Labi yang paling diminati pengunjung.
Tempatnya sangat cocok untuk mencoba tracking yang menegangkan di bagian atas hutan untuk turun ke bagian bawah yang curam. Disinlah keindahan hutan dan kemurnian air berpadu. Coba saja rasakan airnya.
Terasa begitu murni dan menyenangkan berada disini. Tak perlu ragu untuk meminum air dari Wasai Wong Kadir ini, sebab disini airnya masih sangat murni dan turun langsun dari mata airnya.
Sehingga airnya selalu berputar setiap saat meskipun di bawah sana mungkin digunakan oleh warga untuk mencuci dan mandi.
Setelah puas bermain-main dengan air terjun Wasai Wong Kadir, silahkan anda melanjutkan perjalanan menuju longhouse atau rumah panjang Labi. Disini anda akan menemui rumah besar seperti yang ada di Kalimantan. Rumah besar tersebut diisi oleh warga satu desa dengan isi satu keluarga di setiap ruangannya.
Rumah panjang ini merupakan pusat social desa, sebab seluruh warga tinggal bersama di rumah ini. Mereka berbagi atap untuk banyak keluarga. Ada beberapa rumah panjang disini, misalnya Rampayoh Longhouse, Mendaram Besar, Mendaram Kecil, Teraja dan lainnya, tergantung nama desanya. Namun, Rampayoh Longhouse adalah yang terdekat dengan Labi.
Biasanya rumah-rumah ini dihuni oleh suku Iban, salah satu sub suku Dayak. Maka jelaslah mengapa adat rumah panjang ada disini, ternyata penghuninya berasal dari Kalimantan Indonesia.
Beberapa etika yang harus dilakukan di rumah panjang ini adalah menerima pemberian warga, melepaskan alas kaki dan mengucapkan salam sebelum masuk ke dalam.
Hutan Hujan Labi merupakan daerah yang sangat lestari, maka anda pun tidak bisa berlaku sembarangan disini. Sebab yang berlaku bukan hanya hukum dari pemerintahan, namun juga hukum hutan, hukum lokal dan adat.
Ada baiknya selama anda berada disini tidak mengucapkan kata-kata kotor, tidak berlaku buruk, tidak membuang sampah sembarangan dan juga tidak memiliki niat buruk. Saran yang lain adalah, silakan membawa pakaian ganti karena disini anda akan berbasah-basah di air terjun Wasai Wong Kadir. So, enjoy your traveling

Separuh dari ekspansi kelapa sawit di Malaysia, Indonesia terjadi dengan hutan sebagai korban

Lebih dari separuh ekspansi kelapa sawit antara 1990 dan 2005 di Malaysia dan Indonesia terjadi dengan hutan sebagai korban, dilaporkan oleh cetakan analisis baru di jurnal Conservation Letters. Pengubahan mempunyai dampak “merusak” pada keragaman hayati regional, ungkap penulisnya. 

Dengan menganalisa data dari Organisasi Pertanian dan Makanan PBB (United Nations Food and Agriculture Organization), Lian Pin Koh dan David S. Wilcove dari Princeton University menemukan bahwa 55-59 persen dari ekspansi kelapa sawit di Malaysia dan paling tidak 56 persen di Indonesia terjadi dengan hutan sebagai korban. Karena perkebunan kelapa sawit secara biologis menyengsarakan hutan primer dan sekunder, para peneliti merekomendasikan untuk melarang ekspansi di masa depan pada lahan tanaman yang masih ada dan habitat yang terdegradasi. 




Perkebunan kelapa sawit dan hutan yang ditebangi di Borneo. Perkebunan kelapa sawit secara biologis depauperate bahkan dibandingkan denngan hutan yang ditebangi habis-habisan menurut penelitian mengenai burung dan kupu-kupu.
Di akhir-akhir ini, Malaysia dan Indonesia telah memperluas dengan cepat wilayah lahan untuk perkebunan kelapa sawit: di antara tahun 1990 dan 2005, wilayah perkebunan kelapa sawit di Malaysia berkembang lebih dari dua kali lipat hingga 3,6 juta hektar, di Indonesia wilayah yang ditanami kelapa sawit meluas lebih dari 270 persen hingga 4,1 juta hektar. Pada saat yang bersamaan, wilayah hutan Indonesia menurun hingga 28 juta hektar, sementara Malaysia kehilangan hingga 1,5 juta hektar. Koh dan Wilcove mengkalkulasikan paling tidak 1.704 juta hektar lahan hutan di Indonesia dan 1,04 hektar di Malaysia telah diubah untuk bibit minyak pada periode tersebut. 

“Analisis kami mengindikasikan bahwa perkebunan kelapa sawit di Malaysia dan Indonesia telah menggantikan hutan dan, pada tingkat yang lebih rendah, lahan tanaman yang telah ada,” tulis mereka. 

Menggunakan data tentang burung dan kupu-kupu yang menunjukkan bahwa konversi dari hutan menjadi produsen kelapa sawit menurun dengan curam pada kekayaan spesies, Koh dan Wilcove mengatakan bahwa ekspansi dari perkebunan kelapa sawit di Malaysia dan Indonesia berdampak negatif pada keanekaragaman hayati regional. 

Melihat bahwa permintaan minyak kelapa diharapkan untuk meningkat secara dramatis di beberapa tahun ke depan, para penulis menyarankan bahwa ekspansi kelapa sawit di kedepannya akan dibatasi pada lahan-lahan yang telah diubah menjadi pertanian atau telah terdegradasi dengan berat. Bahkan hutan yang telah ditebangi – yang menyokong jauh lebih tinggi keragaman biologis dibanding perkebunan – sebaiknya tidak digunakan untuk perkembangan kelapa sawit, mereka menyimpulkan. 

48 Hari Tersasar di Hutan, Dua Anak di Malaysia Terpaksa Buang Mayat Teman-teman ke Sungai


BATAMNEWS.CO.ID, Malaysia - Mirsudial dan Norieen, dua pelajar suku asli yang berhasil ditemukan setelah dinyatakan hilang selama selama 48 hari bercerita mengenai keberhasilan mereka bertahan hidup di tengah hutan.
Keduanya hanya memakan rerumputan dan buah-buahan yang ada di sekitar kawasan.

Mirsudial dan Norieen antara 7 pelajar yang dilaporkan hilang 23 Agustus lalu. Mereka ketakutan akan dimarahi ibu guru karena mandi di sungai secara diam-diam.

Menurut Kepala Polisi Kelantan, Datuk Mazlan Lazim, Mirsudial dan Norieen terpaksa membuang mayat teman-temannya ke sungai setelah mereka meninggal dunia.

"Dapat dimengerti anak yang masih hidup membuang teman-teman mereka ke sungai. Namun kasus ini masih dinyatakan kasus hilang," ujar Mazlan seperti dilansir dari Siakapkeli.my.
Tiga mayat yang ditemukan masih dalam proses autopsi.

Kronologi Kejadian 

9 Okt 2015:
- Dua dari tujuh pelajar Suku Asli, Norieen Yakob, 10 dan Mirsudial Aluj, 11 ditemui di dalam hutan berdekatan dengan Sungai Perias.

-Dua pelajar itu ditemui bersama satu mayat perempuan.

- Polisi nyatakan mayat yang ditemui pada 8 Oktober sebagai Ika Ayel.


8 Okt  2015:

- Mayat ditemukan pada 7 Oktober disahkan sebagai Sasa Sobrie.

- Polisi membenarkan penemuan satu tengkorak dan rangka kanak-kanak pada 15.50 petang waktu setempat.

7 Okt 2015:
- Mayat salah salah seorang pelajar ditemui dalam keadaan rusak oleh penduduk kampung di Sungai Perias.

28 Sept 2015:
- Selepas 37 hari hilang, Timbalan Perdana Menteri, DS Ahmad Zahid Hamidi menemui keluarga pelajar dan mengatakan ada dugaan penculikan.

17 Sept 2015:
- Operasi mencari diperluaskan sehingga 140 KM dan melibatkan JPM, RELA, JAKOA serta penduduk.

1 Sept 2015:
- Polisi menemukan stoking. Polisi percaya hal itu menjadi petunjuk baru dalam kes ini. Kemudian, stoking kemudian dinyatakan bukan milik mana-mana pelajar yang hilang.

29 Agustus 2015:
- Kawasan pencarian diperluaskan selepas pihak polisi percaya kanak-kanak tersebut berkemungkinan tersesat dalam hutan ketika mencari makanan.

25 Agustus 2015:
- Pencarian dilakukan oleh penduduk kampung, pihak polis dan Jabatan Hal Ehwal Suku Asli setelah pembuatan laporan polisi.

23 Agustus 2015:
- Tujuh orang pelajar Suku Asli dari SK Pos Tohoi, Gua Musang dilaporkan hilang.

Warga Malaysia dan India jadi tersangka pembakaran hutan

PEKANBARU, Indonesia—Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kamis siang, 22 Oktober menahan tiga pimpinan PT Palm Lestari Makmur (PLM), dua di antaranya warga negara asing.
Direktur Ditreskrimsus Polda Riau Kombes Pol Arif Rahman Hakim menyebutkan penahanan ketiga pimpinan dari perusahaan milik PMA asal Singapura itu dilakukan setelah mereka diperiksa sebagai saksi, Rabu kemarin.
“Ketiganya diperiksa penyidik dari pagi hingga malam hari sebagai saksi. Dari pemeriksaan itu, serta penyelidikan di TKP, dan mendengar saksi ahli serta gelar perkara, ketiganya langsung ditetapkan tersangka. Hari ini, mereka langsung ditahan,” kata Kombes Arif Rahman Hakim.
Ketiga pimpinan PT PLM itu adalah Direktur PT PLM, IJP, warga negara Indonesia, manajer operasional EJP, warga negara Malaysia dan Manajer Finansial NMKC, warga negara India. Menurut Arif, ketiganya diduga bersalah atas kebakaran lahan di areal PT PLM seluas 39 hektar.
PT PLM juga disalahkan telah menggarap lahan di areal Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang belum dilepaskan hak kehutanannya oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Lahan sawit yang dikelola PT PLM seluas 2.089 hektar di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
“Atas perbuatan mereka yang membuka di lahan yang belum memiliki izin dan membakar serta membiarkan lahan di konsesi mereka dibakar, mereka dijerat dengan pasal berlapis,” kata Direktur Ditreskrimsus yang didampingi Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tedjo saat memberikan keterangan.
Pasal yang dijerat kepada tiga pimpinan PT PLM itu adalah pasal 17 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan, pasal 109 UU 39 tahun 2014 tentang Perkebunan dan pasal 98 Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dengan ditetapkannya PT PLM dan pimpinannya sebagai tersangka, berarti sudah dua perusahaan yang sudah menjadi tersangka dalam kasus kebakaran hutan dan lahan di Riau. Sebelumnya adalah PT Langgam Inti Hibrida dan seorang pimpinannya menjadi tersangka.
Selain PT PLM, Polda Riau saat ini juga membidik perusahaan Singapura lainnya yakni PT Pan United (PU) yang berada Kabupaten Bengkalis. Dalam kasus ini pihak perusahaan diduga melakukan pembakaran lahan seluas 200 hektare.
"Untuk PT PU masih kita dalami proses hukumnya, karena kita membutuhkan keterangan saksi ahli," kata Arif.
Berdasarkan data di Polda Riau, ada 16 perusahaan lainnya yang sedang dilakukan penyidikan.
Ke 16 perusahaan itu adalah antara lain :
  1. PT Sumatera Riang Lestari di Inhil, dengan luas lahan terbakar sekitar 100 hektare
  2. PT Bina Duta Laksana di Inhil, dengan luas lahan terbakar sekitar 299,4 hektare
  3. PT Alam Sari Lestari di Inhu, dengan luas lahan terbakar sekitar 116 hektare
  4. PT Bukti Raya Pelalawan di Pelalawan, dengan luas lahan terbakar sekitar 250 hektare
  5. PT Parawira di Pelalawan, dengan luas lahan terbakar 300 hektare
  6. KUD Bina Jaya Langgam di Pelalawan, dengan luas lahan terbakar 500 hektare
  7. PT Ruas Utama Jaya di Rimba Melintang, Rohil, dengan luas lahan terbakar 288 hektare
  8. PT Decter Timber Perkasa Industri di Rohil, dengan luas lahan terbakar 2.960 hektare
  9. PT Pan United di Bengkalis, dengan luas lahan terbakar 200 hektare
  10. PT Wana Subur Sawit Indah di Kabupaten Siak, dengan luas lahan terbakar 70 hektare
  11. PT Suntara gajapati di Dumai, dengan luas lahan terbakar lima hektare
  12. PT Perawang Sukses Perkasa Industri di Kampar, dengan luas lahan terbakar 4,2 hektare
  13. PT Siak Raya Timber di Kampar, dengan luas lahan terbakar 5,2 hektare
  14. PT Riau Jaya Utama di Kampar, dengan luas lahan terbakar 10 hektare
  15. PT Hutani Sola Lestari di Kampar, dengan luas lahan terbakar 91, 2 hektare
  16. PT Rimba Lazuardi di Kuansing, dengan luas lahan terbakar 15 hektare

Malaysia: Kebakaran Hutan di Indonesia Tak Akan Padam Tanpa Hujan

Malaysia: Kebakaran Hutan di Indonesia Tak Akan Padam Tanpa Hujan

Kuala Lumpur, - Upaya-upaya internasional terus dilakukan untuk memadamkan kebakaran hutan di Indonesia. Namun seorang menteri Malaysia mengatakan, semua upaya tersebut akan gagal dan Asia Tenggara akan terus mengalami masalah kabut asap hingga beberapa pekan mendatang. Menurutnya, hanya musim penghujan yang bisa menghentikan kebakaran hutan yang merajalela.

"Kecuali ada hujan, tak mungkin intervensi manusia bisa memadamkan kebakaran tersebut," tutur Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Malaysia Wan Junaidi Tuanku Jaafar di sela-sela sesi parlemen Malaysia.

Diingatkan Jaafar, kebakaran hutan melanda wilayah yang sangat luas di Indonesia. 

"Bahkan upaya internasional yang kini tengah dilakukan, tidak cukup untuk memadamkan kebakaran tersebut," kata menteri negeri Jiran itu seperti dilansir ABC.net.au, Selasa (20/10/2015).

Dikatakan Jaafar, krisis kabut asap ini akan terus berlangsung hingga setidaknya satu bulan ke depan.

"Kami harap hujan akan turun pada pertengahan November. Itu akan mampu memadamkan kebakaran," tandasnya.

Awal bulan ini, pemerintah Indonesia setuju untuk menerima bantuan internasional guna memadamkan kebakaran hutan. Bantuan tersebut termasuk enam pesawat dari Singapura, Malaysia dan Australia. Pesawat-pesawat itu merupakan bagian dari pengerahan 32 pesawat dan helikopter water-bombing dan lebih dari 22 ribu personel yang dikerahkan untuk memadamkan kebakaran hutan di Indonesia.

Malaysia, negara perusak hutan nomor satu sedunia

Malaysia, negara perusak hutan nomor satu sedunia

Merdeka.com - Sebuah laporan terbaru yang dilansir Mongabay menunjukkan jika Malaysia saat ini tercatat sebagai negara dengan angka penggundulan hutan tertinggi di dunia.
Seperti dikutip Softpedia (16/11), dengan bantuan peta hutan global yang baru dikembangkan di dunia teknologi, para peneliti akhirnya mampu mengetahui jika pada periode tahun 2000-2012, Malaysia merupakan negara yang paling banyak kehilangan area hutannya.
Dari data tersebut, disebutkan jika sekitar 14,4 persen wilayah hutan Malaysia telah hilang dan beralih fungsi. Jika dikonversikan, maka persentase tersebut sama halnya dengan 47.278 kilometer persegi area hutan yang telah menghilang. Area dengan luas tersebut sama halnya dengan luas negara Denmark.
Dilansir dari sumber yang sama, juga diketahui jika sudah 50 persen area hutan Malaysia yang hilang pada satu dekade terakhir. Padahal hutan tersebut juga menjadi habitat dari spesies yang terancam punah seperti macan tutul.
Menariknya, dalam jangka waktu yang sama juga diketahui bahwa industri kelapa sawit lokal di Malaysia mengalami kenaikan yang cukup pesat. Bahkan total wilayah yang saat ini wilayah perkebunan kelapa sawit di Malaysia tercatat naik sebanyak 50 persen.
Meskipun pemerintahan Malaysia saat ini tengah melakukan kegiatan reboisasi untuk mengembalikan vegetasi hutan di wilayahnya, namun hal ini masih dinilai tidak sebanding dengan kerusakan hutan yang diakibatkan pengalihfungsian lahan dari hutan ke perkebunan kelapa sawit.
"Anda tidak bisa mengganti kerusakan akibat deforestasi dengan menanam pohon, karena hutan yang baru tidak bisa menggantikan keanekaragaman hayati dan makhluk hidup yang bergantung pada hutan asli yang sudah berusia ratusan tahun," jelas Dan Zarin, salah satu peneliti dari Climate and Land Use Alliance.